Search
Close this search box.

Traveling Projector #Day12 di Solo

Setelah 11 hari berkeliling Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jogja, #ProyektorKeliling menuju ke Solo, 22 May 2014. Solo adalah kota ke 8 yang dikunjungi setelah Bandung, Majalengka, Indramayu, Cirebon, Cilacap, Purwokerto, dan Jogja. Di Solo kami diterima dengan hangat oleh Blontank, ketua komunitas Rumah Blogger Indonesia di kawasan Jajar. Pemutaran film dimulai pukul 20.00 dengan didahului oleh pertunjukan musik Keroncong oleh anak-anak muda dari komunitas lokal. Sangat menarik karena musik keroncong yang biasanya diidentikkan dengan musiknya orang-orang tua kali ini justru dimainkan dan dinyanyikan oleh para remaja.

Pemutaran kali ini mengangkat tema pluralisme dengan memutar film-film pendek hasil kompetisi video pluralisme yang diselenggarakan oleh EngageMedia pada tahun 2012 bertajuk ‘Bhineka Tinggal Duka‘. Film buatan Acong, seorang remaja di Cilacap yang menceritakan kehidupannya sebagai seorang muslim keturunan Tionghoa membuka acara dilanjutkan dengan 4 film pendek lain bertema sama, yaitu Paraliyan, Seragam yang Tidak Melindungi, Papua Calling, Sehari bersama Pasangan Bahagia. Selesai 5 film pendek pluralisme diputar, kami kemudian memutar film ‘Payung Hitam’ yang bercerita tentang aksi dua orang perempuan yang menuntuk hak mereka; yang pertama atas tanah dan yang kedua atas keadilan untuk anaknya yang terbunuh pada masa-masa Reformasi 1998.

Semakin malam semakin banyak yang hadir karena memang begitulah menurut Blontank mengenai tempat berkumpul komunitas Rumah Blogger Indonesia itu. Sambil menyeruput wedang jahe atau teh hangat, penonton yang sebagian besar anak muda itu menyimak film-film yang diputar. Dalam diskusi sesudahnya, seorang anak muda bertanya tentang hasil dari Aksi Kamisan yang dilakukan oleh Ibu Sumarsih dalam film Payung Hitam tersebut, apakah ada tanggapan dari Pemerintah. Dhyta Caturani, ‘petugas’ Proyektor Keliling EngageMedia kali ini yang juga seorang aktivis 98 menjelaskan bahwa Aksi Kamisan yang ke 224 itu belum mendapat tanggapan dan ibu Sumarsih beserta para aktivis akan terus melakukannya setiap minggu hingga tuntutan mereka terpenuhi. Pemutaran film-film dokumenter pendek ini menarik menurut seorang penonton yang lebih senior karena memberi inspirasi bagi anak-anak muda untuk lebih menggalang solidaritas dan mencoba melakukan perubahan. Hari semakin malam dan #ProyektorKeliling pun pamit untuk beristirahat dan melanjutkan perjalanan ke Surabaya.  (Nita)